MUTU & KURIKULUM PENDIDIKAN NASIONAL
1. Pemerintah perlu mengkaji ulang persoalan konseptual fundamental Kurikulum 2013, terutama konsep Kompetensi Inti (spiritual, sikap sosial, pengetahuan dan keterampilan) dan Kompetensi Dasar. Deskripsi kompetensi inti hendaknya mengintegrasikan seluruh domain berpengetahuan dengan mengorientasikan KI pada nilai-nilai Pancasila yang dinyatakan di setiap jenjang pendidikan.
2. Pemerintah pusat menentukan Kompetensi Dasar dan membuat indikator kompetensi dasar. Desain silabus diserahkan pada Pemerintah Daerah, RPP didesain oleh guru di satuan pendidikan. Pemerintah daerah mengembangkan buku ajar berdasarkan KD dan Silabus yang dibuat sehingga semangat keragaman dan kebhinekaan tetap terjaga.
3. Pemerintah mengembalikan nomenklatur pendidikan agama secara mandiri, tidak
digabungkan dengan pendidikan budi pekerti. Isi pelajaran agama hendaknya berupa ajaran dan sikap-sikap religius yang terarah pada nilai-nilai kesalehan sosial yang bersifat inklusif. Pendidikan Budi Pekerti yang bersifat lintas agama/iman/keyakinan penting untuk dikembangkan di sekolah dalam rangka memperkaya pengalaman keragaman siswa.
4. Pemerintah mengembalikan pembelajaran TIK dalam pembelajaran di sekolah sebagai bagian dari pengembangan kemampuan literasi media anak-anak Indonesia di tentang tantangan global.
5. Pemerintah mendesain kebijakan evaluasi pendidikan secara komprehensif (Ujian Nasional-SNMPT) yang melibatkan PTS. Mengevaluasi SNMPTN jalur undangan dengan kuota 50 persen, mengganti dengan kuota 5 persen. Memberikan kesempatan yang adil bagi siswa Indonesia untuk mengikuti tes masuk jalur tertulis dengan kuota lebih besar (70-80 persen). Ujian SNMPT melibatkan PTS berkualitas.
6. Pasca kebijakan UN, Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggungjawab meningkatkan pengembangan kapasitas pendidik dan tenaga kependidikan dan sekolah dalam rangka integritas penilaian pendidikan secara jujur. Pemerintah menghapuskan UN untuk siswa SD dan SMP. Untuk memonitor kualitas pendidikan nasional dibuat evaluasi pemetaan pendidikan bagi siswa kelas 4 dan 7 yang dilakukan dengan rentang waktu 2/3 tahun sekali. Istilah UN perlu dikaji ulang.
7. Penilaian hasil belajar SD memasukkan penjelasan kualitatif-deskriptif dan kuantitatif-
angka. Pendekatan pembelajaran tematik integratif, namun penilaiannya tetap berbasis mata pelajaran. Pemetaan kompetensi dasar dalam tiap mata pelajaran perlu dibuat dengan lebih komprehensif.
8. Pemerintah mengkaji ulang payung hukum yang menjadi dasar pelaksanaan Kurikulum
2013 dan mengadakan sinkroninasi kebijakan Kurikulum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
DEWAN PENDIDIKAN & KOMITE SEKOLAH
1. Keberadaan Dewan Pendidikan & Komite Sekolah masih diperlukan. Status Dewan
Pendidikan Nasional akan berada ditangan Menteri & akan dikonfirmasi.
2. Memperkuat peran dan fungsi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah:
a. Melakukan penguatan kapasitas DP & KS, melalui pengembangan strategi yang lebih efektif (akan didiskusikan masyarakat sipil lebih lanjut bersama Dirjend Dikdasmen).
b. Memperbaiki regulasi terkait: proses rekruitmen kepengurusan, pembagian kewenangan, kewenangan pengangkatan/penetapan, komposisi/unsur kepengurusan, periode kepengurusan, mekanisme akuntabilitas kinerja (Masyarakat sipil akan menyerahkan Policy Paper untuk dikaji oleh Kemdikbud).
3. Perlu ada kampanye untuk menggerakan kesukarelawanan masyarakat untuk peduli
pendidikan. Target: masyarakat, orang tua/wali, dunia usaha/industri. Siapa: pemerintah (kemdikbud-dikdasmen/kemenag) dan pemda, media masa, masyarakat peduli pendidikan (LSM, OMS, organisasi profesi, ormas, dll)
4. Perlu ada alokasi dana khusus operasional dan penguatan kapasitas Dewan Pendidikan serta penguatasan kapasitas untuk komite sekolah dari APBD. (Perlu surat edaran Mendagri ke semua Pemda agar mengalokasikan dana untuk DP & KS dalam APBD)
PENATAAN DAN PEMERATAAN GURU
1. Memperkuat dasar hukum penataan dan pemerataan guru dari SKB 5 Menteri menjadi PP (Peraturan Pemerintah) tentang Penataan dan Pemerataan guru dengan isi antara lain:
• Membuka ruang partisipasi publik dalam siklus kebijakan PP, Permen
• Melakukan pemetaan pendidikan meliputi guru dan rombel sekolah (bagi daerah yang belum melakukan pemetaan pendidikan)
• Perhitungan kebutuhan guru yang akan diajukan pemerintah daerah ke pemerintah pusat untuk formasi CPNS guru dilakukan setelah penataan dan pemerataan guru berhasil dilakukan
• Pemerataan bukan hanya berorientasi pada kuantitas tapi juga kualitas guru. Termasuk juga pemerataan guru yang bermutu ke sekolah yang dibawah standar.
• Harus ada insentif untuk guru-guru yang dipindahkan tersebut dan merupakan tanggung jawab pemerintah daerah.
• Harus ada reward bagi pemda yang berhasil melakukan penataan dan pemerataan guru.
• Ada target waktu yang jelas tercapainya target penataan dan pemerataan guru
(diusulkan akhir tahun 2019).
• Adanya turunan PP yang berfokus pada penataan dan pemerataan guru.
2. Proses penyusunan RPP tentang penataan dan pemerataan guru perlu melibatkan tahapan belajar dari pengalaman implementasi oleh pemerintah daerah yang telah melaksanakan.
3. Data yang dikeluarkan oleh kementerian hanya satu yaitu data yang terintegrasi.
4. Mendorong masyarakat untuk lebih aktif menggunakan data Dapodik dalam penataan dan pemerataan guru
5. Perlu adanya sinergisitas antara pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam sosialisasi kebijakan penataan dan pemerataan guru
6. Perumusan kebijakan layanan pendidikan perlu melibatkan peran lembaga pendidikan swasta.
7. Perlunya pendampingan dalam mengawasi implementasi kebijakan penataan dan pemerataan guru.
PENINGKATAN MUTU DAN KESEJAHTERAAN GURU
1. Mendorong perbaikan regulasi pengelolaan guru:
a. Adanya PP atau revisi UU 23 tentang Otonomi Pendidikan, yang mengatur soal pengangkatan guru ditingkat provinsi.
b. SK pengangkatan tetap di daerah, tetapi seleksi perekrutan dilaksanakan di pusat secara umum
c. Untuk pemenuhan guru di daerah 3T perlu revisi PP 74 Tahun 2008.
d. Mengamandemen UU 23, jika pengangkatan dan penempatan dilaksanakan di tingkat provinsi
2. Mendorong perbaikan regulasi distribusi guru:
a. Revisi PP No.74 Tahun 2008 tentang Guru, termasuk perlu ada aturan untuk memindahkan guru di daerah.
3. Mendorong regulasi tentang linieritas & legalitas LPTK penyelenggara dan system database
a. Harus ada PP yang menjelaskan tanggung jawab Pemda untuk menyekolahkan guru-gurunya
b. Merinci pembagian tanggung jawab kualifikasi yang tercermin dalam anggaran. c. Mengatur keterlibatan masyarakat sipil
d. Amandemen UU Sisdiknas, UU No.14 Tahun 2005, 20 Tahun 2003, dimana ada fase
transisi untuk peningkatan kualifikasi akademik dan daerah khusus.
4. Minimalisasi mismatch antara bidang studi dan area distribusi
a. Pemerintah meminta LPTK untuk membuka program studi yang dibutuhkan sesuai data yang dimiliki Kemendikbud (revisi PP 74)
5. Seluruh guru sudah bersertifikat perbaikan rekrutmen, jadwal, persyaratan, dan uji kompetensi
a. Membuat system rekrutment terbuka.
b. Harus ada duduk bersama antar kementerian (Kemenkeu, Bappenas, Kemendag, Kemendikbud). Masyarakat sipil mengawal Bappenas dalam mengawal isu pendidikan.
c. Perlu ada UU yang mengatur pendanaan pendidikan
6. Adanya regulasi yang mengatur mekanisme dan prosedur pengendalian PKG berbasis management information system
a. Harus ada PP yang mengatur kementerian yang menangani pendidikan
b. Harus ada Renstra kementerian pendidikan belum menjadi renstra pendidikan nasional (blue print pendidikan nasional)
ANGGARAN PENDIDIKAN
1. Perlu dilakukan studi mengenai standar biaya satuan pendidikan untuk jenjang pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/MTs) baik negeri maupun swasta, dengan memperjelas indikator capaian SPM. Termasuk menggunakan data susenas tentang pengeluaran biaya pendidikan, dan tingkat kemahalan daerah. Studi ini dilakukan bersama antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan masyarakat sipil.
2. Studi diharapkan menjadi masukan dalam penyusunan program Wajar 12 tahun.
3. Perbaikan regulasi mengenai kriteria dan tatakelola pendistribusian DAK Pendidikan
Kabupaten/kota ke sekolah-sekolah
4. Diusulkan adanya studi mengenai profil infrastruktur pendidikan (baseline), dan skema anggaran untuk memenuhi kebutuhan tersebut, dalam rangka melengkapi skema-skema infrastruktur yang ada (seperti DAK Pendidikan)
5. Untuk meningkatkan mutu pendidik dan tenaga kependidikan, perlu adanya dukungan pembiayaan untuk reformasi LPTK
6. Perlu memperkuat sistem pengaduan terintegrasi dengan melibatkan masyarakat sipil, secara berjenjang dari tingkat nasional, daerah, dan satuan pendidikan
AKSES DAN KETERJANGKAUAN PENDIDIKAN
1. Pemerintah harus merevisi Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dimana Program wajib belajar harus ditingkatkan dari 9 tahun menjadi 12 tahun
2. Wajib belajar tidak hanya didefinisikan wajib sekolah, warga Negara bisa mendapatkan pelayanan pendidikan dari institusi yang lain seperti pesantren, sekolah alam, seminari dan lain-lain, harus diakui, didukung dan difasilitasi oleh Pemerintah
3. Pemerintah menghilangkan hambatan administrasi pendidikan, seperti melampirkan Akta Lahir dan Kartu Keluarga, Ijazah TK/PAUD dll
4. Menambah jumlah lembaga sekolah dan institusi pendidikan lainnya yang setara di wilayah-wilayah geografis sulit seperti Papua, Papua Barat , NTT dll . Selain itu, perbaikan infrastruktur juga menjadi keharusan untuk memudahkan akses siswa menuju sekolah
5. Pemerintah harus membuat pendekatan kultural dan ekonomi sehingga angka partisipasi sekolah penduduk terutama perempuan bisa ditingkatkan. Pendekatan agama (seperti melalui pesantren dan melibatkan ormas keagamaan secara aktif) merupakan salah satu cara untuk mendorong masyarakat bersedia mengenyam pendidikan sampai minimal tingkat SMA/MA dan sederajat. Ditambah penyediaan pembiayaan pendidikan (skema pendanaan pendidikan yang sudah ada) agar tepat sasaran (on target). Keduanya diharapkan membuat banyak penduduk bisa mengakses pendidikan sampai minimal 12 tahun.
6. Pemerintah harus membuat data yang valid terhadap penyandang disabilitas dan menegakkan aturan sekolah inklusif untuk membuka akses kepada penyandang disabilitas dalam lembaga pendidikan. Perhatian pemerintah selama ini masih sangat kurang terhadap pendidikan penyandang disabilitas. Hal tersebut menyebabkan akses pekerjaan para penyandang disabilitas menjadi kian susah.
7. Pemerintah Pusat dan Daerah perlu bekerjasama membuat aturan keterkaitan antar kebijakan bantuan sosial dan saling berdampak, antara Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), Kartu Indonesia Sehat (KIS), dan Program Keluarga Harapan (PKH).
8. Pemerintah perlu melakukan pendekatan pemecahan problem yang menyebabkan rendahnya akses pendidikan berdasarkan kepada problem dan kebutuhan setiap daerah, tidak boleh seragam. Beberapa masalah terkait dengan geografis mempengaruhi jumlah lembaga pendidikan. Karena itu, pengadaan lembaga pendidikan dan aksesnya menjadi penting.
9. Pemerintah menyediakan data secara transparan, akurat, mutakhir dan bisa
diakses oleh publik. Sampai saat ini, data pendidikan masih relatif terbatas dari segi cakupan tahun kontemporer dan tidak bisa diakses secara mudah.
10. Pemerintah perlu menggunakan dan mengembangkan beberapa tools yang lain,
yang mendorong upaya perluasan akses pendidikan, seperti penggunaan literasi melalui internet. Akses pada internet harus terbuka lebar untuk memperluas manfaatnya bagi semua kalangan di negeri ini, kota dan desa.
11. Pemerintah membuka atau transparans data peserta didik (melalui permintaan
informasi public sesuai dengan UU No 14 tahun 2008 tentang KIP) terutama terkait dengan peserta didik miskin peserta KIP atau penduduk Usia Sekolah yang masuk dalam program wajardikdas 9 tahun atau wajar 12 tahun.
12. Pemerintah harus menjamin adanya akses pendidikan warga Negara yang memiliki
kondisi khusus seperti anak dalam penjara, sedang menjalani rehabilitasi narkoba, dan sedang hamil.
13. Pemerintah harus menjamin tidak adanya diskriminasi dan menindak pihak manapun yang menyebabkan terhambatnya hak warga Negara mendapatkan pendidikan contoh stigma sosial, politik, dan kondisi khusus.
14. Memperkuat Mekanisme Pengaduan berkaitan dengan akses bagi warga Negara untuk mendapatkan pelayanan pendidikan.
15. Menindaklanjuti hasil kajian mengenai dampak negatif Otonomi daerah dalam
Pelayanan Pendidikan dan Politisasi Pendidikan di Daerah.